Meugang adalah Tradisi Unik Turun Temurun Warga Aceh
Suasana Pasar Saat Meugang di Aceh |
Aceh
merupakan sebuah provinsi yang ada di Indonesia, yang terletak di ujung utara
pulau sumatera dan merupakan provinsi paling barat di indonesia. Aceh
berbatasan dengan Teluk Benggala di sebelah utara, Samudra Hindia di sebelah
barat, Selat Malaka di sebelah timur, dan Sumatera Utara di sebelah tenggara
dan selatan.
Aceh
dikenal dengan Serambi Mekkah, dimana penduduknya sangat menjaga syariat islam.
Selain itu Aceh juga memiliki Tradisi yang bernama Meugang. Meugang merupakan
tradisi membeli daging, memasaknya dan menikmati bersama, baik dengan keluarga
ataupun kerabat. Di Aceh, Meugang ini biasanya dilaksanakan selama 3 kali dalam
setahun, yakni dua hari sebelum datangnya bulan puasa (disebut Meugang Puasa),
dua hari menjelang Hari Raya Idul Fitri (disebut Meugang Uroe Raya Puasa), dan
dua hari menjelang Idul Adha (disebut Meugang Uroe Raya Haji).
Tradisi
meugang juga dikenal dengan berbagai sebutan, diantaranya: Makmeugang,
memeugang, Uroe Meugang atau Uroe Keumeukoh, dan Hagi Mamagang. Daging
merupakan menu utama saat Meugang, dimana menu ini dimasak secara Tradisional
seperti sie reuboh (daging rebus) di Aceh Besar dan sie Puteh (daging putih) di
Pidie. Meskipun yang utama dalam tradisi meugang ini daging sapi, akan tetapi
ada juga masyarakat yang menambahnya dengan daging kambing, ayam, dan juga
bebek. Bagi masyarakat Aceh, Meugang tanpa membeli daging itu Hampa. Meskipun
harga daging yang melonjak drastis saat Meugang, lapak para penjual daging
tetap dikerumuni oleh banyak pembeli. Biasanya, setiap keluarga membeli satu
hingga tiga kilogram daging untuk dinikmati bersama.
Orang
yang berpenghasilan lebih biasanya akan membeli daging dalam jumlah yang
banyak, yang kemudian dibagikan kepada tetangnya yang kurang mampu atau pun
kepada anak yatim yang ada disekitarnya. Bagi lelaki yang baru menikah, akan
jadi sebuah aib kalau di hari Meugang tak membawa pulang daging ke rumah
mertuanya. Di daerah pedesaan yang adatnya masih kental, orangtua akan melarang
anak-anaknya bermain ke rumah tetangnnya ataupun berkeliaran.
Perayaan
Meugang ini tidak hanya memiliki makna lahiriah sebagai perayaan menikmati
daging, akan tetapi juga memiliki beberapa dimensi nilai yang berpulang pada
ajaran islam dan juga adat istiadat masyarakat Aceh. Mereka yang melaksanakan
tradisi Meugang di Aceh memang mengenal sebuah pepatah yang sudah cukup lama
hidup dalam kesadaran mereka, yaitu Sithon ta mita, si uroe ta pajoh (setahun
kita mencari rezeki, sehari kita makan). Pepatah ini merupakan sebuah gambaran
yang menunjukkan bahwa hari Meugang bagi masyarakat Aceh itu sangat penting, di
mana mereka dapat memiliki sebuah kebahagian yang sangat dalam dengan cara
menikmati daging secara bersama-sama. Walau demikian, selain sebagai wujud
mensyukuri nikmat rezeki yang telah diperoleh selamat setahun, pelaksanaan
tradisi Meugang juga memiliki beberapa dimensi nilai yang lain, diantaranya:
1. Nilai
Religius
Maksdunya
adalah Tradisi Meugang ini juga merupakan upaya masyarakat Aceh untuk merayakan
datangnya bulan puasa dan dua hari raya, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha. Bagi
masyarakat mumslim pada umumnya, datangnya bulan ramadhan disambut dengan gegap
gempita, begitu juga dengan masyarakat Aceh. Meugang menyambut datangnya bulan
ramadhan merupakan perayaan Meugang yang paling Meriah, karena masyarakat Aceh
percaya bahwa Nafkah yang sudah dicari selama 11 bulan penuh harus dinikmati
selama bulan Ramadhan sambil beribadah.
2. Nilai
Berbagi (Bersedekah)
Sejak
zaman Kerajaan Aceh Darussalam, perayaan Meugang ini menjadi salah moment
paling berharga bagi para dermawan dan petinggi istana untuk membagikan sedekah
kepada masyarakat fakir miskin. Karena dengan adanya moment Meugang ini kita
bisa saling berbagi kepada yang membutuhkan. Mungkin ada masyarakat yang tidak
pernah merasakan nikmatnya daging, dengan adanya Meugang mereka akan dapat
merasakannya.
3. Nilai
kebersamaan
Dengan
adanya tradisi Meugang, akan berlangsungnya pertemuan silaturrahmi diantara
saudara yang ada di rumah dan juga saudara yang baru pulang dari perantauan.
Selain itu, juga tersirat nilai kebersamaan saat Meugang. Dimana mereka akan
menikmati masakannya dengan keluarga ataupun kerabat terdekatnya.
4. Menghormati
Orang Tua
Tradisi
Meugang tidak hanya memperesentasikan kebersamaan dalam keluarga, akan tetapi
juga menjadi ajang bagi para menantu untuk menaruh hormat kepada mertuanya. Hal
ini merupakan simbol bahsawanya lelaki tersebut telah mampu memberi nafkah
untuk keluarga dan juga menantunya.
Dengan
adanya tradisi Meugang secara jelas telah menunjukkan bahwa masyarakat Aceh
menghargai datangnya hari-hari besar Islam. Tradisi ini juga secara tidak
langsung telah mempererat tali silaturrahmi sesama. Selain itu
juga terdapat dampak penguatan ikatan sosial warga di tingkatan gampong dan
tempat kerja (kantor), nampak pula dampak signifikan dari tradisi ini di ranah
pasar, yaitu aktivitas jual-beli daging yang meningkat tajam.
Selamat hari
Meugang untuk seluruh Rakyat Aceh. Selamat menikamati hari kebersaman saat
memakan daging sapi yang terbaik bersama keluarga ataupun kerabat.
This article has been published in http://harianaceh.co.id/2015/06/16/meugang-adalah-tradisi-unik-turun-temurun-warga-aceh/
Komentar